Rabu, 04 Februari 2009

pariwisata dan sejarah bengkulu

Bengkulu memiliki obyek wisata yang beragam, baik wisata alam, budaya maupun sejarah. Wisata alamnya antara lain Bukit Kaba di Curup, Bukit Belerang Semaleko di Lebong Selatan, Bunga Raflesia Arnoldi di Taba Pananjung. Rekreasi pantainya antara lain pantai Panjang Nala di Gading Cempaka, pantai pasir putih Pulau Baai di Selebar, danau di Selebar, danau Tes di Lebong Selatan, cagar alam Pagar Gunung di Kepahyang, cagar alam Lubuk Tapi di Pino, dan sebagainya. Wisata budayanya antara lain kesenian Tabot, tarian rakyat Enggano, dan kerajinan kain Besurek. Wisata sejarahnya meliputi rumah peninggalan Bung Karno, Benteng Malborough, dan monumen Thomas Par di Teluk Segara.


Propinsi Bengkulu berpenduduk asli multi etnik, diantaranya suku Melayu Bengkulu, Rejang, Lembak, Serawai, Enggano, Kaur, Pasemah, Mukomuko, dan Pekal. Sebagaimana wilayah lainnya, Bengkulu juga memiliki beberapa kerajaan kecil, yang kemudian memiliki pengaruh terhadap perjalanan Sejarah Nasional Indonesia.
Bentuk kerajaan di Bengkulu merupakan kerajaan kesukuan, yang terbentuk karena kesatuan satu atau beberapa suku yang mempunyai adat yang sama. Kerajaan2 ini pada umumnya terdapat di daerah pesisir dan berada di tepi atau muara sungai. Oleh karena itu, nama kerajaannya sering diambil dari nama sungai di dekatnya. Sedangkan nama kerajaan yang terapat di pedalaman diambil dari nama suku atau gabungan suku.
Contoh Kerajaan-kerajaan yang terdapat di Bengkulu antara lain : Kerajaan Sungai Serut, Kerajaan Sungai Lemau, Kerajaan Sungai Itam, Kerajaan Selebar, Kerajaan Anak Sungai, dan Kerajaan Empat Petulai
Kerajaan yang terdapat di daerah pesisir mulai berkembang pada awal abad XVI. Setelah jatuhnya Kerajaan Malaka ke tangan Portugis 1511, para pedagang yang ingin ke Jawa menglihkan jalur perdagangannya dari Pantai Timur Sumatra ke Pantai Barat Sumatra mulai dari Aceh, Barus, Priaman, Indrapura, Ketahun, Selebar, Lampung, Banten, dst. Perubahan jalur perdagangan inilah yang membuat para pedagang mengetahui bahwa wilayah-wilayah ini menghasilkan rempah-rempah, terutama lada.

Jaman Pra Sejarah
Hampir sama dengan wilayah Indonesia lainnya, di wilayah Bengkulu Utara dan Bengkulu Selatan ditemukan Dolmen, Menhir, Sarkofagus, Keranda Batu, Belincong, dan Kapak Batu.

Jaman Hindu Budha
Pada jaman ini tidak begitu jelas. Hanya diasumsikan dengan peninggalan Trisakti yang ada di Suban Air Panas, berupa Lingga, Yoni, dan Batu Menangis.

Jaman Kerajaan
Kerajaan tertua di Bengkulu Pesisir adalah Kerajaan Sungai Serut. Raja pertamanya bernama Ratu Agung. Setelah kehancuran Kerajaan Sungai Serut, rakyat Sungai Serut yang dipimpin oleh pemimpin2 Rejang Pedalaman yang dinamakan Dipati Tiang Empat. Kebingungan mencari pengganti pemimpin kerajaan Sungai Serut diantara para Depati, mereka meminta petunjuk ke raja Pagarruyung untuk memecahkan masalah ini. Karena kebijaksanaan utusan raja Pagarruyung, Maharaja Sakti diangkat menjadi raja di Kerajaan yang baru didirikan atas pesan raja Pagarruyung, yaitu Kerajaan Sungai Lemau.
Setelah itu, seorang Raja Sungai Lemau yang bernama Baginda Sebayam mengangkat Senggana Pati sebagai menantu, dan memberinya sebagian wilayah Sungai Lemau, yang pada akhirnya mendirikan kerajaan Sungai Itam.
Selain 3 kerajaan tadi, juga terdapat Kerajaan Selebar yang bermula dari satu kerajaan kecil bernama Jenggalo. Seorang Rajanya yang terkenal adalah Rangga Janu.

Jaman VOC - EIC
Pada tahun 1616, Jan Pieterzoon Coen dari pihak VOC mulai mengetahui keberadaan lada yang melimpah di Bengkulu. Tahun 1660 Belanda membuat perjanjian kontrak dagang dengan pemuka Selebar. Perjanjian Belanda-Banten pada tahun 1680 membuat EIC (Inggris) harus angkat kaki dari Banten. EIC kemudian membuat perjanjian perdagangan dengan kepala-kepala adat sekitar Bengkulu, yang pada saat itu tidak merasa terikat dengan kerajaan Banten. Dibawah kekuasaan Inggris, dibangunlah sebuah benteng terbesar kedua setelah di India, Benteng Fort Marlborough (1714-1719). Pada masa Inggris juga terdapat satu kebijakan pada masa pemerintahan Sir Thomas Stanford Rafless (1818-1822), dimana semua bupati/raja Bengkulu dimasukkan ke dalam pegawai pemerintah dan digaji pemerintah. Akibat perjanjian London (1824) antara Inggris-Belanda, Bengkulu kemudian ditukar dengan Singapura.

Jaman Belanda
Pada tahun 1826 Bengkulu baru dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Hindia Belanda karena merupakan lahan yang cukup subur. Pada tahun 1833, penetapan sistem tanam paksa ditolak oleh masyarakat Bengkulu, dan terjadilah pembunuhan terhadap Asisten Residen Knorle sehingga kebijakan tanam paksa di Bengkulu ditunda atas instruksi Gubernur Jendral Van Den Bosch. Pada masa Belanda ini terlaksana program transmigrasi di Kemumu, Kabawetan, Kap.Bogor, dan Curup. Selain itu, hasil tambang yang berada di wilayah Bengkulu juga mulai dieksploitasi.
Pada akhir masa Belanda (1938-1942), Ir.Soekarno diasingkan di Bengkulu oleh Belanda. Selama di Bengkulu, Ia sempat merancang sebuah Masjid Jamik, rumah, beberapa alat rumah tangga, dan sempat bermain dalam sandiwara Montecarlo.

Jaman Jepang
Pada Jaman kedudukan Jepang, Bengkulu mengalami masa kehidupan sosial yang terpuruk, hanya masalah ketentaraan saja yang masih baik, dimana diajarkan tentang loyalitas yang tinggi kepada Negara dan bangsa. Pada masa jepang ini juga dibangun industry persenjataan di Pondok Besi dan di galangan kapal Pelabuhan Lama.

Jaman Kemerdekaan
Berita kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 45 baru diterima secara resmi oleh kantor PTT Bengkulu pada tanggal 3 Oktober 1945, dan segera dikibarkan bendera merah putih di kantor tersebut. Sejak tahun 1946 Bengkulu masuk ke wilayah karesidenan Palembang, dan pada tahun 1968 Bengkulu resmi berdiri sebagai propinsi sendiri, yang dipimpin pertama kali oleh Ali Amin, SH.


Benteng Anna,

Obyek Bersejarah

Peninggalan Inggris

Yang Ada di

BENGKULU



Bengkulu (ANTARA News) - Provinsi Bengkulu memiliki cukup banyak obyek wisata sejarah, diantaranya Benteng Anna yang dibangun oleh balatentara Inggris, ketika menjajah Bengkulu.

"Kita memiliki 80 obyek wisata dan 22 diantaranya merupakan tempat bersejarah, seperti rumah kediaman mantan presiden RI pertama, Sukarno, Benteng Marlborough dan Benteng Anna," kata Kepala Dinas Periwisata Provinsi Bengkulu, Edi Nevian di Bengkulu, Minggu.

Benteng Anna terletak di Kabupaten Muko Muko, dan merupakan satu dari tiga benteng yang dibangun balatentara Inggris selama menjajah Bengkulu, sebelum akhirnya ditukarkan pada Belanda dengan Singapura.

Benteng ini di bangun pada tahun 1898 di pinggiran Sungai Selagan dan dekat dengan pantai Muko Muko Utara, berbatasan dengan wilayah Provinsi Sumatera Barat.

Lokasi benteng ini sekitar 276 Km dari Bandara Fatmawati, Kota Bengkulu atau sekitar 6 jam perjalanan dengan kendaraan.

Arus transportasi dari Bandara Fatmawati ke lokasi itu cukup bagus, dan bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum.

Benteng lain yang dibangun Inggris yakni "Fort Marlborough" yang terlatak di dekat Pantai Tapak Padri, Kota Bengkulu, dan merupakan benteng terbesar yang pernah dibangun Inggris selain yang berada di Madagaskar.